2. Ketika Widya menjadi penari saat malam
Memasuki malam hari, Widya kemudian mengobrol dengan Ayu yang mengatakan jika ia telah menelusuri Tipak Talas bersama Bima. Tempat tersebut merupakan daerah yang dilarang Prabu untuk dikunjungi siapapun. Sambil keheranan, Widya bertanya, “Lho, bukannya sudah dibilang jangan kesana?”
Ayu kemudian menjawab jika ia hanya mengikuti Bima yang sepintas melihat perempuan cantik. “Enggak jauh. Dari tadi, aku mengitari lokasi tempat kita proker (di dekat sinden). Di sana, ada bangunan tua menyerupai sanggar,” kisah Ayu.
Sebelum Widya akhirnya tidur, ia seolah melihat Nur tengah menari di luar dan saat dipanggil temannya itu hanya tersenyum ke arahnya dan meneruskan tariannya. “Nur, Nur, kamu ngapain?” tanya Widya.
Nur akhirnya memberikan reaksi dengan melihat ke arah Widya sambil bola matanya berubah jadi hitam. Widya teriak hingga disadarkan oleh Wahyu. “Kamu ngapain malam-malam nari di sini?” tanya Wahyu.
Ternyata yang menjadi penari saat itu adalah Widya, bukan Nur. Kejadian itu membuat mereka akhirnya mendatangi sesepuh desa tersebut, bernama Mbah Buyut. Saat itu, para mahasiswa itu disajikan kopi yang harus mereka minum.
Menariknya, saat Wahyu dan Ayu memuntahkan kopi itu karena pahit, Widya malah menyukainya karena rasa minuman yang manis. “Kopi itu diracik untuk memanggil lelembut, demit, dan sejenisnya. Mereka yang belum mencoba itu pasti muntah dan yang menyukainya itu demit,” kata Prabu.