“Iya kita harus ikhlas (apa pun hasilnya). Ketika saya harus menilai, saya harus menilai filmnya. Tidak usah dan saya tidak berhak untuk menyandingkannya dengan novel saya,” tambahnya.
Sambil sedikir bercerita, Sapardi Djoko Damono hingga saat ini masih kaget dengan begitu banyak orang yang mencintai Hujan Bulan Juni yang ditulisnya. Padahal saat pertama kali diminta mengubahnya menjadi novel, ia sendiri sudah tidak sanggup untuk melanjutkannya.
“Saya ketika mengubah dari puisi menjadi novel aja sudah susah, ngos-ngosan gitu ya. Kemudian gak tahu kenapa kok laris banget ya, sehingga diminta untuk dijadikan film. Ya saya oke, saya gak masalah,” tutupnya.
(aln)