JAKARTA - Ardhito Pramono menjadikan selera musik lawas sebagai referensi pembuatan karya-karyanya. Ia menilai, geliat industri musik hingga era 1990-an adalah masa keemasan.
"Golden age musik kan tahun 1950 sampai 1990-an lah. Jadi kayaknya gue enggak akan lari ke sana (musik masa kini) sih," katanya, ditemui di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (14/7/2022).

Lebih lanjut, Ardhito mengungkapkan rasa kagumnya pada musisi lawas yang bisa membuat karya luar biasa di tengah keterbatasan di zaman itu. Mereka berlomba-lomba membuat karya yang punya ciri tersendiri.
"Terkagum-kagum sama keterbatasan referensi musisi senior zaman dulu yang akhirnya bisa bikin musik jauh lebih berwarna," kata sang musisi.
"Dengerin Chandra Darusman sama Addie MS tuh jauh banget. Dengerin January Christy sama Vina Panduwinata, beda jauh," lanjutnya.
Referensi musik lawas Ardhito ini pun dibuktikan kembali melalui perilisan album teranyarnya bertajuk Wijayakusuma. Di album ini, dia menunjukkan kualitas pop Indonesia periode empat hingga lima dekade silam.
Pria 27 tahun itu menjadikan sejumlah musisi lawas Indonesia sebagai inspirasinya. Di antaranya adalah Keenan Nasution, Margie Segers, Chrisye, Rafika Duri, Dian Pramana Poetra, Rien Djamain, Utha Likumahuwa, hingga Candra Darusman.
Baca Juga: 50 Tahun Berkarya, Indomie Konsisten Hidupkan Inspirasi Indomie untuk Negeri
Follow Berita Okezone di Google News