Sutradara Marc Forster cukup jeli dalam melihat adanya potensi plot hole untuk para penonton baru yang belum sempat menyaksikan aksi Winnie the Pooh sebelumnya. Maka dari itu, ia memberikan sedikit gambaran tentang awal mula kisah persahabatan mereka dengan durasi dan porsi yang pas, tidak kurang dan tidak berlebihan.
Adegan-adegan pembuka juga berperan menjadi sebuah cermin besar bagi penonton untuk bisa membandingkan bagaimana Christopher Robin berubah dari pribadi kecil yang ceria dengan dirinya di usia dewasa saat harus menghadapi peliknya kehidupan dunia nyata. Persoalan rumah tangga, masalah pekerjaan, kondisi sosial dan berbagai hal lain membuat seorang Christopher Robin seolah lupa cara untuk bahagia. Hidupnya menjadi membosankan, jauh dari apa yang kita lihat saat dirinya masih kecil.
Di saat Christopher Robin tersesat dalam kehidupan barunya itu, Pooh dan teman-temannya datang kembali menghampiri. Kemunculan Pooh ini sekaligus menjadi tamparan keras bagi Christopher bahwa kesuksesan terbesar dalam hidup adalah ketika kita bisa menikmati hidup bersama orang-orang terdekat bukan semata tentang karier dan harta kekayaan.
Dengan bermodalkan skenario yang kuat, film Christopher Robin berhasil meyelipkan banyak pesan moral dari durasi 1 jam 44 menitnya. Uniknya, meski mereka masih menggunakan setting tahun 1940-an, pesan yang ingin diberikan tetap sampai untuk kehidupan di masa sekarang.
Dialog-dialog yang ditulis oleh Alex Ross Perry, Allison Schroeder dan Tom McCarthy bahkan begitu mengena secara berulang kali. Pun dengan komedi yang dihadirkan lewat aksi-aksi kocak serta kebodohan Pooh dkk, semuanya nyaris tak pernah gagal mengundang gelak tawa para penonton.