Dia menilai pola ini sudah lazim diterapkan secara internasional dan lebih adil bagi pencipta musik. Apalagi dia menilai, skema royalti 2 persen dari penjualan tiket yang berlaku selama ini dinilai tidak efektif.
AKSI, menurut Piyu, mengusulkan alternatif besaran royalti sebesar 10 persen dari honorarium artis atau sekitar 2 persen dari median harga tiket dikalikan kapasitas venue.
“Sementara, untuk acara non-tiket seperti pernikahan, opsi tarif yang diusulkan adalah 10 persen dari honorarium artis atau band,” ujarnya.
Selain tarif, Piyu juga menekankan pentingnya aturan jelas terkait hak moral pencipta lagu, digitalisasi sistem penarikan royalti berbasis langganan, serta pengawasan terhadap pembajakan digital dan penggunaan teknologi AI.
“Negara wajib memberi perlindungan nyata, bukan sekadar retorika. Kreativitas harus berjalan seiring kepastian hukum,” ujarnya lagi.