"Dengan bermodalkan uang Rp 110.000 aku pikir itu tiket dan udah plus kamar di dalam kapal, ternyata enggak. Ya tidur disitu, di jalan-jalan yang di emper, siapa cepat dia dapat gitu. Bayangin, di bawah tangga, hari-hari pertama gue tidur dibawah tangga, hari kedua gue agak dekat ke pantry, terus hari ketiga pindah sampai akhirnya di dekat sekoci. 5 hari bro perjalanan," paparnya.
"Lu bayangkan aja. Lu gak ngeliat pulau lima hari, ngeliat laut aja, yang sebenarnya ya susah. Di kapal itu bukan masalah kita bosan atau enggak, buat menutupi perut ini nih laper, belum makan. Kalau orang banyak duit kan enak, tinggal ke kantin ke pantry aja beli-beli, cuma kan kalau kita kan uang terbatas, mana di Jakarta kan, aduh mau ngapain nih? Gak ada uang sama sekali," sambungnya.
Bermodalkan dirinya yang memiliki sikap bergaul dan mudah akrab dengan orang lain, Enda pun tak lagi merasa kelaparan. Meski ia menyadari bahwa tinggal di Jakarta sebagai perantau yang tak memiliki modal, bukanlah hal yang mudah.
"Mungkin disitu karena Allah memberikan aku kelebihan, bahwa aku gampang bergaul orangnya, jadi aku bergaul sama koki-koki, ngerokok sama koki-koki gitu di di kapal. Akhirnya, gue makan gratis. Dikasih terus, dikasih makan," tandasnya.
(van)