"Sebenarnya film itu sebelum musibah, dari November 2018 kita udah mau bikin dokumenter untuk hadiah Januari 2019, untuk ulang tahun Seventeen yang ke-20. Jadi November udah meeting untuk dokumenter, cuma emang filmnya untuk internal," ungkap Ifan Seventeen saat ditemui di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Dua kali kita meeting November, terus kita cari ujungnya belum nemu, oh akhirnya mau ujungnya konser tunggal di Ternate tapi belum ketemu konsepnya. Sampai akhirnya kejadian Desember 2018, oke, akhirnya ternyata manusia berencana tapi yang ngasih ujungnya sang pencipta pasti," sambungnya.
Sebagai satu-satunya personel yang tersisa, pria 37 tahun ini mengaku memiliki perasaan bahagia luar biasa, lantaran dapat mempersembahkan karya tersebut untuk Almarhum Bani, Oki, Herman, dan Andi. Apalagi film tersebut dibuat saat Ifan tengah menjalani penyembuhan pasca trauma dari kejadian Tsunami di Tanjung Lesung, yang juga merenggut nyawa istrinya, Dylan Sahara.
"Selama proses pembuatannya itu bersamaan dengan proses recovery gue dulu, proses healing gue, jadi mau nggak mau sambil proses penyembuhan, mau nggak mau mengingat kembali kejadian nggak enak kemarin," bebernya.
"Jadi coba dikuat-kuatin karena ini tujuannya buat anak-anak (Seventeen)," tambahnya.