JAKARTA - Gelaran Pentas Indonesia Kita yang ke-34 atau yang terakhir tahun ini menampilkan lakon 'Pemburu Utang'. Satu cerita yang menampilkan betapa nafsu serakah tetap datang dalam situasi apa pun termasuk dalam kondisi dimana semua orang terlihat miskin.
Baca Juga: Ada Menkeu Sri Mulyani di Pentas Indonesia Kita
Paling tidak itu yang terlihat saat babak terakhir Cak Lontong dan Marwoto hendak menggondol uang-uang hasil buruan utang. Keduanya ternyata bersekongkol. Marwoto yang menjadi Ketua Partai Pengemis Nasional di awal cerita menyebutkan semua orang miskin yang menjadi anggotanya harus menanggung utang negara yang sudah tidak bisa lagi dibayar. Maka muncullah para petugas Pemburu Utang.
Di satu sisi, Cak Lontong yang merupakan pejabat negara setempat berlaku seolah tak kenal dengan Marwoto tapi keduanya bersekongkol untuk membawa lari uang hasil jarahan utang.
Sayang seribu sayang. Dan itulah kelakuan banyak para koruptor. Keduanya lepas dari jeratan hukum. Cak Lontong dan Marwoto tak tersentuh penegak hukum. Akbar yang memang hidupnya miskin dari awal diperdaya temannya sendiri Cak Lontong agar mau bertukar status.
Akbar jadi kaya dan Cak Lontong jadi miskin. Akbar tentu saja gembira. Namun ternyata, itu hanya siasat Cak Lontong untuk kemudian membuat Akbar dihukum dan menjadi kambing hitam atas kelakuan Cak Lontong dan Marwoto yang hendak membawa lari uang hasil buruan utang.
Kisah ini, meski disajikan dengan gaya lucu penuh canda serta membuat perut sakit sebenarnya menyakitkan. Intrik, benci, dengki, kesombongan, kerakusan dibalut dalam candaan. Para penonton mungkin banyak tertawa apalagi bila Inaya Wahid, Mucle, maupun Wisben menggelitik dan nyentil-nyentil sedikit dengan ujaran yang dilontarkan terkait kasus lem aica aibon, telikung menteri, dan yang lainnya.