JAKARTA - Aktor Atalarik Syach mengalami kejadian tidak menyenangkan setelah rumahnya yang berada di kawasan Cibinong, Bogor, dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong pada Kamis (15/5/2025). Proses eksekusi ini berlangsung tanpa pemberitahuan, hingga menyebabkan kondisi rumah mewahnya hancur sebagian.
Atalarik mengungkapkan tanah tersebut memang tengah disengketakan sejak tahun 2015. Namun, ia menyayangkan tindakan pihak pengadilan yang terkesan dilakukan secara sepihak tanpa informasi terlebih dahulu.
"Ini situasi yang sudah saya hadapi sejak lama, sejak gugatan pertama tahun 2015 di PN Cibinong. Tapi saya tidak ingin banyak bicara karena ini menyangkut emosi. Untuk urusan hukum, silakan ke kuasa hukum saya," ujar Atalarik.
Sementara itu, kuasa hukum Atalarik, Sanja, menilai eksekusi ini janggal. Ia menegaskan kliennya tidak pernah menerima surat pemberitahuan resmi terkait proses eksekusi.
"Pihak pemohon mengklaim sudah mengirim surat, tapi faktanya hingga hari ini klien saya belum menerima surat pemberitahuan apa pun soal eksekusi yang dilakukan hari ini," ungkap Sanja.
Lebih lanjut, Sanja menjelaskan bahwa gugatan dari pihak pemohon, Dede Tasno, masih berjalan dan belum mencapai putusan hukum tetap (inkrah). Oleh karena itu, menurutnya, eksekusi seharusnya ditunda.
"Secara hukum, eksekusi ini seharusnya ditangguhkan. Proses gugatan masih berlangsung dan putusan baru akan keluar pada 4 Juni 2025," tegasnya.
Sanja juga menambahkan, rumah yang dibangun di atas lahan seluas 7.800 meter persegi tersebut berdiri di atas tanah bersertifikat sah atas nama Atalarik Syach. Sertifikat itu sudah tercatat resmi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Tanah itu dibeli Atalarik sejak tahun 2000 dan sudah bersertifikat. Dalam proses sidang, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor menyatakan tanah tersebut sah milik Atalarik, lengkap dengan dokumen pendukungnya," jelasnya.
Menurut Sanja, penerbitan sertifikat tidak mungkin dilakukan tanpa dokumen resmi. Ia pun mempertanyakan dasar dari pihak pengadilan dalam mengeksekusi tanah tersebut tanpa menghormati proses hukum yang masih berjalan.