JAKARTA - Tika Bravani berbagi pengalaman saat terlibat dalam film Rumah untuk Alie, yang mengangkat tema bullying dalam lingkungan keluarga. Saat pertama kali membaca naskah film ini, ia langsung teringat akan pengalaman pahitnya sebagai korban bullying semasa sekolah.
"Pertama kali baca naskahnya, ini sangat memicu (triggering), karena saya pernah mengalami bullying di sekolah yang menganggap hal itu sebagai sesuatu yang normal," ujar Tika Bravani dalam konferensi pers film Rumah untuk Alie di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Meski dalam film ini ia bukan berperan sebagai korban bullying, Tika tetap merasakan kegelisahan saat mendalami naskah. Sebagai seorang ibu dalam film ini, ia berusaha menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anaknya, termasuk bagaimana menghadapi situasi saat mengalami bullying, bahkan dari keluarganya sendiri.
"Saat membaca naskah, tangan saya langsung berkeringat dingin. Saya memang tidak memiliki banyak porsi di film ini, tetapi saya dan tim berusaha memaksimalkan peran saya agar bisa menjadi fondasi bagi tindakan Alie ketika dewasa," jelasnya.
Melihat kasus bullying yang semakin marak saat ini, Tika juga merasa khawatir jika hal tersebut suatu hari menimpa anaknya.
"Saya jadi semakin was-was, apalagi sekarang pergaulan anak-anak semakin banyak kasus bullying. Kadang saya berpikir, kalau ini terjadi pada anak saya, apa yang harus saya lakukan? Ke mana saya harus mencari perlindungan?" ungkapnya.
Membaca skenario film ini membuatnya semakin berkaca pada realita kehidupan, terutama tentang bagaimana menghadapi bullying yang bisa terjadi di mana saja, bahkan di dalam keluarga.
"Setiap kali membaca skenario ini, saya merasa seperti melihat kehidupan nyata. Film ini cukup memicu emosi saya karena begitu dekat dengan pengalaman pribadi," tutupnya.
(aln)