Ancika bukanlah Milea, Ancika dan Dilan menempuh perjalanan terjal untuk dipersatukan. Jika bersama Milea, Dilan akan bermanis-manis ria tapi sesekali membuat Milea menangis, Ancika tidak begitu. Boro-boro mengaduk-aduk perasaannya, mendapatkan hati Ancika saja begitu sulit bagi Dilan.
Ancika punya prinsip kuat, baginya pacaran adalah kesia-siaan yang membuang-buang waktu. Buat apa pacaran jika putus dan bersedih berhari-hari, Ancika tidak mau itu.
Sejak SMP Ancika memotong sendiri rambutnya yang panjang menjadi pendek, tapi bukan tomboy, ia sangat cantik tetapi keras, tegas, dan berani melawan siapapun yang menurutnya salah dan merugikan atau menyakiti orang lain. Karena kecantikannya Ancika didekati Bono berandalan teman satu SMAnya, didekati Bagas anak band di tempat bimbelnya, dan juga didekati pria mapan lulusan ITB, Yadit.
Ancika tidak mau dijodohkan karena merasa berhak untuk menentukan siapa pasangan hidupnya. Dilan yang mahasiswa ITB harus memutar otaknya bagaimana menarik hati Ancika yang kala itu baru kelas 3 SMA.
Dilan harus ikut bersaing untuk mendapatkan Ancika, tentu dengan cara Dilan yang unik dan diluar kebiasaan. Dilan pria biasa tidak begitu ganteng mendekati wanita cantik idaman para pria. Sesuai jalan hidup yang memang sudah digariskan Ancika dinikahi Dilan semasa masih kuliah, pernikahan sederhana dengan acara lamaran yang unik.
Ancika tahu betul seperti apa romansa manis Dilan - Milea. Tapi, jelas saja itu masa lalu. Masa depan Dilan sudah pasti adalah dirinya. “Dia (Milea) memang punya masa lalu, tapi saya punya Dilan” -Ancika
(aln)