Royalti Lagu 2 Persen di Hajatan Pernikahan Dianggap Salah Kaprah

Khafid Mardiyansyah, Jurnalis
Kamis 14 Agustus 2025 17:32 WIB
Ilustrasi (Foto: Freepik)
Share :

"Kami melihat adanya kesalahpahaman fundamental mengenai ekosistem industri event management di Indonesia. Event organizer yang menangani acara korporasi berbeda dengan promotor konser musik, dan keduanya berbeda pula dengan wedding organizer yang fokus pada perayaan pernikahan," ujarnya.

Backstagers Indonesia memaparkan bahwa regulasi yang menjadi acuan justru memiliki ruang lingkup terbatas:

• PP No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu/Musik Pasal 3 ayat (2) mengatur “layanan publik yang bersifat komersial”, tanpa menyebut acara privat seperti pernikahan atau gathering sosial.

• SK Menkumham No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 memuat 12 keputusan LMKN soal besaran tarif royalti untuk berbagai jenis kegiatan.

• SK LMKN No. 20160512KM/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016 secara spesifik hanya mengatur konser musik berbayar dan konser musik gratis.

"Penegasan Wahana Musik Indonesia (WAMI) tentang pemutaran atau penampilan musik di acara pernikahan dibebani biaya royalti sebesar 2% dari biaya produksi musik, sangatlah tidak tepat. Di manapun undangan pernikahan selalu dimaknai pernikahan, ketika ada hiburan di dalamnya, kemudian dilakukan interpretasi sendiri oleh WAMI sebagai acara konser adalah salah kaprah dan berpotensi merugikan masyarakat," kata Andro.

Sebagai perbandingan, Andro menyebut bahwa di banyak negara acara pernikahan tidak dikenai royalti secara membabi buta:

• Australia: Acara pernikahan pribadi dibebaskan dari lisensi musik publik.

• Inggris: Lisensi musik berlaku untuk bisnis komersial, bukan acara keluarga.

• Jepang: Pernikahan diatur berbeda dengan konser publik.

Alternatif lain yang bisa diterapkan di Indonesia adalah membebankan lisensi kepada venue atau memasukkannya ke dalam klausul kontrak dengan promotor atau penyelenggara acara.

"Kami memahami pentingnya perlindungan hak cipta dan penghargaan terhadap karya musik. Namun, kebijakan pemungutan royalti harus proporsional, berbasis regulasi, dan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Dalam situasi ekonomi yang tak menentu, langkah yang keliru dalam penerapan royalti dapat meredam pertumbuhan industri kreatif itu sendiri," tutup Andro.

Untuk diketahui, Backstagers Indonesia Event Management Association adalah organisasi yang menaungi 2.000 anggota di 24 provinsi. Organisasi ini telah menerbitkan Manifesto Backstagers untuk peta jalan industri event Indonesia, mencakup pengembangan standar kompetensi, advokasi regulasi, serta perlindungan ekosistem event berbasis kajian hukum dan praktik terbaik global.
 

(kha)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Celebrity lainnya