JAKARTA - Agus Noor mengangkat seni lenong dalam pementasan Indonesia kita ke-41 dengan judul ‘Musuh Bebuyutan’ selama dua hari dari tanggal 1 hingga 2 Desember 2023 di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat.
“Lenong menjadi ruang pertemuan kebudayaan di kampung-kampung pada zamannya yang harus kita tumbuhkan. Kesenian saya kira menjadi ruang ketika perbedaan-perbedaan politik terjadi, ruang-ruang kesenian akan mempertemukan perbedaan-perbedaan itu dengan gembira. Saya kira semangat lenong yang jenaka, menjadi pilihan yang pas dalam pertunjukkan kali ini,” ujar Agus Noor, Sabtu (2/12/2023).
Agus Noor mengungkapkan bahwa Lenong merupakan seni panggung yang akrab. Di mana pertunjukan lenong tradisional, para penonton bisa memberikan komentar dan berkomunikasi langsung dengan pemain.
“Celetukan Spontan antara pemain dan penonton yang terjadi di pementasan lenong inilah yang membuat seni Lenong bisa dikatakan sangat demokratis. Inilah yang ingin kita tampilkan di pertunjukan nanti malam. Judulnya memang terkesan tegang ya, ‘Musuh Bebuyutan’ namun inilah inti pertunjukan kali ini,” tambah Agus Noor.
Agus Noor berharap dalam pementasan lakon Musuh Bebuyutan ini dapat mengingatkan kembali kepada penonton bahwa perbedaan pendapat tidak harus dijadikan permusuhan.
“Kami berharap, perbedaan pendapat itu tidak harus dijadikan permusuhan. Jadi pertunjukan ini bisa dikatakan persiapan dan upaya mengingatkan penonton Indonesia Kita, supaya perbedaan pilihan yang akan terjadi di tahun depan nanti, harus tetap dijalani dengan santai, seru, guyon, dan jangan terlalu serius,” ujarnya.
Adanya pementasan dengan pemilihan judul tersebut disebutkan oleh Agus Noor sebagai sebuah respon terhadap situasi politik hari ini.
Hal ini identik dengan tema Indonesia Kita yang berkesinambungan dengan situasi aktual terdapat perbedaan pilihan politik yang kerap membuat pertengkaran.
‘Musuh Bebuyutan’ sendiri mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik. Namun, sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik.
Permusuhan keduanya merembet kemana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak-kusuk. Masyarakat menjadi terbelah sikap, ada yang mendukung si pemuda, dan ada juga yang mendukung si perempuan.
Situasi di pertemuan itu makin memanas ketika lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan lurah baru akan dilangsungkan.
(jjs)