JAKARTA - Para pendaki mungkin sudah tak asing lagi dengan Gunung Lawu. Ya, gunung yang terletak di antara tiga kabupaten yakni Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini menjadi salah satu gunung favorit bagi pendaki untuk menikmati keindahan alam.
Selain lantaran lanskapnya yang indah, rupanya tak sedikit pendaki mendaki gunung berapi yang tengah tertidur ini untuk merasakan sensasi pecel khas Mbok Yem warung tertinggi di pulau Jawa.
Memiliki tinggi 3.265 meter diatas permukaan laut (mdpl), Gunung Lawu juga memiliki tiga puncak yaitu Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan puncak tertinggi bernama Hargo Dumilah. Rupanya selain memiliki tiga puncak, dan warung di ketinggian, sejarah gunung ini juga identik dengan Prabu Brawijaya V.
Penasaran dengan sejarah Gunung Lawu yang berkaitan erat dengan Raja Majapahit itu? Yuk, simak penjelasan berikut ini untuk mengetahuinya.
Mengulik Sejarah Gunung Lawu, Legenda Brawijaya V, dan Misteri Pendakian
Sejarah Gunung Lawu yang dikaitkan dengan Prabu Brawijaya V iini dibuktikan dengan keberadaan Candi Sukuh dan Candi Cetho yang seolah menjadi penanda bahwa gunung ini terhubung dengan Kerajaan Majapahit, terutama di masa menjelang keruntuhannya yakni pada abad ke-15 Masehi.
Puncak Lawu konon disebut-sebut sebagai tempat bersemayamnya Prabu Brawijaya V (1468-1478), raja terakhir Majapahit. Brawijaya V sendiri ayahanda Raden Patah (1475-1518) yang mendirikan kerajaan Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak, sekaligus memungkasi riwayat Majapahit.
Terlepas dari pro dan kontra yang kemudian muncul, keterkaitan antara Prabu Brawijaya V dengan Gunung Lawu tercatat dalam beberapa referensi. Salah satunya dinukil dari Ensiklopedi Adat-istiadat Budaya Jawa (2007) karya Purwadi.
Dalam buku tersebut disebutkan, kala itu Majapahit harus menghadapi peperangan dengan Kerajaan Keling (Kediri) yang dipimpin oleh Raja Girindra Wardhana pada 1478. Lantaran terdesak, Brawijaya V pun menyingkir ke Gunung Lawu dan menghabiskan sisa hidupnya sebagai pertapa.
Petilasan terakhir sang raja ini pun dikenal sebagai Pringgondani. Namun, ada juga yang menyebut alasan sang raja menyepi ke gunung ini adalah lantaran firasatnya bahwa Majapahit di ambang keruntuhan dan sulit diselamatkan.
Ditambah lagi, Brawijaya V risau sebab sang putra, Raden Patah, memeluk Islam dan membangun kekuatan baru di Demak. Jejak sang raja di Gunung Lawu dapat ditelisik dari banyaknya penganut Buddha di desa-desa yang terletak di lereng gunung tersebut. Ong Hok Ham lewat buku Madiun dalam Kemelut Sejarah (2018) menuliskan bahwa Raden Patah pernah mengutus adiknya yang bernama Raden Alkali untuk mengislamkan warga di lereng timur Gunung Lawu.