LOS ANGELES - Seni bela diri sudah menjadi budaya tersendiri di beberapa negara Asia. Sayangnnya, unsur spriritual dan budayanya sering kali dipisahkan dari penerapan praktisnya dalam film-film Hollywood.
Dalam sebuah film dokumenter Netflix berjudul Iron Fists and Kung Fu, sutradara Serge Ou dan penulis Grady Hendrix mencoba menceritakan sejarah film-film Kung Fu dari Hong Kong bisa selalu menjadi primadona di pasar Hollywood. Fokus ceritanya adalah mengulas bagaimana seni bela diri ini diadaptasi, dipromosikan, dan akhirnya diterima di Amerika Serikat.
Semuanya berawal dari kesuksesan Bruce Lee yang memberikan perbedaan dengan aksi bela dirinya di film. Tak lama setelah Lee, muncul lagi sosok Asia yang menguasai bela diri seperti Jackie Chan yang film-filmnya laris manis di pasaran.
Pada era 60-an, film-film Hong Kong sangat popular di hampir seluruh negara Asia. Namun sayangnya, mereka tidak diminati ketika masuk ke Amerika. Film-film bela diri masuk ke ranah Hollywood lewat pemutaran di beberapa daerah Pecinaan.
Baca juga: Gara-Gara Adegan Seks Jackie Chan, Kepala Stasiun TV di Iran Dipecat
“Pada tahun 1960-an dan 1970-an, ada sekira 50 bioskop Pecinaan di Amerika, rata-rata telah didirikan dari 1930-an dan 1940-an. Ada sebuah sirkuit tersendiri di New York di mana beberapa bioskop seperti Pagoda Theatre dan Music Palace adalah tempat di mana orang-orang yang ingin menyaksikan film-film bela diri. Pemutaran film ini juga terjadi di Pecinaan di Chicago, San Francisco, dan Boston,” kata Hendrix.
Penontonnya terbagi menjadi dua kalangan, mereka yang memang mencintai seni bela diri dan para hip-hop guys yang berasal dari kaum Afrika-Amerika.
Film-film seni bela diri akhirnya mulai populer di Amerika pada tahun 1973 ketika film Five Fingers of Death dirilis. Film ini merupakan karya dari Shaw Brothers dan dibintangi oleh Angela Mao. Ini menjadi awal mula mengapa film-film seperti itu bisa berkembang di Amerika.
Adalah Bruce Lee yang menjadi ikon pertama seni bela diri di perfilman Hollywood. Berkarier sejak tahun 1960-an, Lee mulai dikenal lewat aksinya di Enter the Dragon.
“Dia (Bruce Lee) memiliki kekuatan seorang bintang dan bisa mempromosikan dirinya dengan sangat baik. Dia mempunyai kharisma sesungguhnya dan mampu memasarkan filmnya hanya karena dia bisa berbicara bahasa Inggris,” kata Hendrix.
Pada akhir Mel 1973, ada banyak film seni bela diri yang dirilis. The New York Times bahkan menuliskan tentang film-film ini di dalam pemberitaannya. Namun tak lama setelah itu, banyak orang mulai memprotes karena terlalu banyak film bela diri yang muncul di bioskop.
Baca juga: Ali Syakieb Unfollow Instagram Citra Kirana, Netizen: Belum Move On
Ketertarikan warga Amerika terhadap film bela diri akhirnya mulai menurun pada akhir tahun 1970-an. Fenomena itu bahkan tak kunjung muncul kembali hingga akhir tahun 1990-an.
“Film Rumble in the Bronx Jackie Chan mulai menaikkan lagi hegemoni seni bela diri ketika dirilis di Amerika pada 1996,” ucap Hendrix.
Tak lama setelah itu muncul film-film seperti The Matrix yang melibatkan koreografer asal Hong Kong bernama Yuen Woo-ping. Crouching Tiger, Hidden Dragon karya Ang Lee lalu membuat genre ini kembali diminati jelang memasuki era milenium.
Sayangnya, dalam satu dekade terakhir ketertarikan Hollywood terhadap seni bela diri Hong Kong atau China sudah menurun. Hendrix bahkan menilai kini ketertarikan itu sudah mati seiring berkembangnya zaman.
“Hollywood, contohnya, sekarang mulai mencari inspirasi seni bela diri baru dari berbagai tempat lain seperti Indonesia daripada Hong Kong. Tapi setiap 20 tahun sekali atau lebih, orang-orang akan kembali menemukan seni bela diri Hong Kong lagi. Mereka akan melihat ke belakang dan menyadari betapa vital dan kuatnya mereka (seni bela diri),” tutup Hendrix.
(sus)