Namun, penjelasan itu justru memantik perdebatan yang lebih panjang. Penggemar menuding, J.K Rowling terkesan rasis dengan memilih Claudia Kim, aktris Asia (asal Korea Selatan) untuk memerankan karakter tersebut. Hal itu, mengesankan orang Asia hanya menjadi ‘peliharaan’ bagi masyarakat kulit putih, mengingat Nagini adalah ular milik Lord Voldemort.
Tak hanya tudingan rasis, keberadaan Nagini juga disebut-sebut sebagai sebuah tindak misogini atau kebencian terhadap perempuan. Dengan menjadikan Claudia, yang notabene adalah perempuan, sebagai ular peliharaan Lord Voldemort, J.K Rowling dituding memandang perempuan sebagai ‘pelayan’ kaum pria.
“Ternyata, Nagini adalah seorang wanita (yang diperankan seorang aktris Asia) yang dikutuk menjadi ular… Ini adalah tindakan rasis dan bencana misogini,” tulis seorang pengguna Twitter seperti dilansir dari Resonate, Jumat (28/9/2018).
Kontroversi Nagini tak berhenti sampai di situ. Seorang penulis asal India, Amish Tripathi, menyanggah penjelasan J.K Rowling tersebut. Tripathi mengatakan, Nagin adalah bahasa Sanskerta. Sementara kata Naga berasal dari mitologi India atau Hindu.
Actually @jk_rowling the Naga mythology emerged from India. It travelled to Indonesia with the Indic/Hindu empires that emerged there in the early Common Era, with the influence of Indian traders and Rishis/Rishikas who travelled there. Nagin is a Sanskrit language word. https://t.co/cXHSlDD7Kc
— Amish Tripathi (@authoramish) September 26, 2018