JAKARTA - Sidang gugatan perceraian yang dilayangkan Hilda Vitria kepada Kriss Hatta telah diputus oleh Majelis Hakim, Pengadilan Agama Bekasi, Kamis 6 September 2018. Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim memutuskan untuk menolak gugatan pembatalan pernikahan yang diajukan oleh wanita 22 tahun tersebut, serta menilai bahwa pernikahan antara Hilda dan Kriss sah di mata hukum dan agama.
Namun ada hal menarik yang menjadi pertanyaan dalam persidangan yang berlangsung kemarin. Alih-alih tak pernah membenarkan adanya pernikahan antara dirinya dan Kriss Hatta, Hilda justru mengajukan gugatan pernikahan. Padahal seharusnya dirinya bisa menggugat Kriss dengan kasus pemalsuan dokumen pernikahan.
"Penggugat mengakui tidak pernah menyatakan menikah dengan tergugat. Namun, bagaimana penggugat mengajukan pembatalan pernikahan sementara penggugat tidak pernah mengakui adanya pernikahan," ujar majelis hakim dalam persidangan, Kamis 6 September 2018.
(Baca juga: Pembatalan Nikah Hilda Vitria Ditolak, Kriss Hatta Panen Dukungan)
Menanggapi hal tersebut, pihak Hilda pun berdalih bahwa mereka ingin mencoret seluruh identitas yang ada dalam buku nikah tersebut. Dan untuk mencoret hal-hal yang ada dalam buku nikah, pihak Hilda merasa bahwa mereka harus mengajukan gugatan pembatalan pernikahan.
"Hilda melakukan pembatalan ini karena memang dia bikin buku palsu kan. Hilda mau itu semua kecoret," ungkap Hilda Vitria yanh ditemui di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (7/9/2018).
"Karena produknya adalah buku nikah. Buku nikah itukan autentik, enggak bisa ditarik begitu saja, harus pakai gugatan," timpal Mario, selaku kuasa hukum Hilda.
(Baca juga: Majelis Hakim Tolak Gugatan Pembatalan Pernikahan Hilda Vitria & Kriss Hatta)
Sementara itu, dari sisi administratif pun pihak Hilda mengaku bahwa terdapat kesalahan yang cukup fatal. Pasalnya kesalahan tidak hanya muncul lewat l alamat tempat tinggal Hilda, namun juga nama orangtua, hingga tanda tangan yang dipalsukan.
"Bisa timbul buku itu saja adalah suatu hal yang enggak dibenarkan sama sekali, baik timbulnya administrasinya tata caranya itu semua kami rasa tidak benar," tutur Rangga.
"Kesalahan administratif terjadi yang demikian sepeti contoh, ibunya Hilda ada masih sehat, tapi di situ tertera sudah meninggal. Kalau kesalahan administratif itu nama saja salah itu masih maklum ya, cuma kalau sampai tanda tangannya Hilda? Keabsahan suatu dokumen itu kan tanda tangan," tambahnya.
(sus)