JAKARTA – Wahana Musik Indonesia (WAMI) mengumumkan pelaksanaan Pertemuan Tahunan Anggota 2024 yang akan diadakan pada Kamis, 10 Oktober 2024, di Aroem Restaurant & Ballroom, Jakarta Pusat.
Acara ini merupakan momen penting bagi WAMI untuk memperkuat komitmen dalam memenuhi Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) serta memastikan transparansi dan akuntabilitas kepada seluruh anggotanya, terutama terkait pengelolaan hak cipta musik dan distribusi royalti.
Pertemuan ini akan memberikan laporan lengkap tentang kinerja WAMI selama setahun terakhir, dengan fokus utama pada bagaimana WAMI mendistribusikan royalti yang dihasilkan dari penggunaan karya musik anggota di berbagai platform seperti media elektronik, tempat umum komersial, dan platform digital.
Selain itu, WAMI juga akan memaparkan proses dokumentasi yang lebih transparan, serta membuka sesi diskusi bagi anggota untuk memberikan masukan, umpan balik, dan mengajukan pertanyaan langsung kepada tim pengelola.
Pada kesempatan ini, WAMI juga akan memperkenalkan sebuah sistem baru bernama ATLAS, yang dirancang untuk memudahkan pencipta lagu, penulis, dan pemegang hak cipta lainnya dalam mengelola karya mereka dengan lebih efisien. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan kemudahan dan transparansi dalam proses pengelolaan hak cipta.
"Kami tadinya pakai sistem namanya DIVA dari luar negeri. Nah sekarang ke ATLAS. Ini kan migrasi, datanya tentu ada beberapa hal yang harus di-adjust segala macam. Kemarin distribusi digital kemarin sudah memakai ATLAS," kata Adi Adrian, Ketua Badan Pengurus WAMI.
Selama tahun 2023, WAMI telah berhasil mendistribusikan royalti secara berkala, dengan total sebesar Rp173.400.243.247,- yang dibagikan dalam enam siklus distribusi tahunan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa hak pencipta lagu dan penerbit musik tetap terlindungi, serta royalti yang dihasilkan dari penggunaan karya mereka didistribusikan dengan adil dan tepat waktu.
"Ini bukan datanya sekitar 5 apa 10 gitu ya, ada ribuan data, jutaan data. Nah ini yang enggak bisa dengan segera, tapi alhamdulillah data-data itu sekarang sudah mulai komplit," lanjutnya.
"Ada tiga kategori yang kita distribusikan, satu kategori digital, dua kategori non-digital dan konser yang dibagikan setahun itu dua kali, untuk non-digital itu kita bagikan sekali ya. Nah yang konser itu setahun kita bisa bagikan tiga kali," jelasnya.
Seperti diketahui, WAMI adalah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengelola hak cipta musik dari para anggotanya. Beroperasi di bawah naungan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), WAMI saat ini mewakili lebih dari 5.000 pencipta dan penerbit musik. Organisasi ini bertanggung jawab melindungi hak cipta anggota saat karya mereka digunakan di berbagai tempat umum dan platform komersial, baik di dalam maupun luar negeri, berdasarkan perjanjian resiprokal dengan lembaga manajemen kolektif lainnya di seluruh dunia.
"Sebenarnya bukan kurang sosialisasi, tapi masih banyak yang tidak mau bayar royalti. Jadi intinya itu taat hukum. Kami di WAMI ini bukan tukang palak. Kami ingin para user seperti restoran, hotel dan yang lain itu sadar, kalau pakai lagu ya wajib bayar royalti. Jadi ada hak para pencipta lagu di situ," tegas Adi.
Sejak bergabung dengan The International Confederation of Societies of Authors and Composers (CISAC) pada 7 Juni 2012, sebagai anggota ke-269 dan satu-satunya perwakilan dari Indonesia, WAMI telah memperluas jangkauan perlindungan hak cipta anggotanya di tingkat internasional. CISAC adalah konfederasi global yang mewakili lebih dari 230 organisasi hak cipta dari seluruh dunia.
Dengan dukungan ini, WAMI terus berkomitmen untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak para pencipta musik di Indonesia dan memastikan hak royalti mereka dihormati di seluruh dunia.
(aln)