JAKARTA - Kolaborasi antara dunia seni dengan politik saat ini tengah dilakukan oleh Bacaleg DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Partai Perindo, Tri Kadar Nugroho. Di tengah gempuran modernisasi, kolaborasi tersebut tampaknya perlu dilakukan untuk mengangkat kepopuleran kesenian yang sudah mulai tenggelam di Tanah Air, misalnya, Kesenian Ketoprak.
Menurut Tri, selama ini ia memang sanggup untuk berkiprah sendiri demi memajukan kesenian dan budaya Tanah Air. Namun ternyata, ia perlahan menyadari jika dirinya membutuhkan peran pemerintah agar dunia kesenian bisa terus besar dan tak redup.
“Sebenarnya saya mengenal politik dalam hal politik praktis itu baru pada Januari tahun 2023. Itu adalah menjawab sebenarnya keresahan saya, karena selama ini kan dari sebelum pandemi sampai pandemi, saya itu kan tetap menggiatkan kesenian,” ujar Tri, dalam Podcast Aksi Nyata, di YouTube Partai Perindo.
“Walaupun dengan cara apapun saya tetap gunakan. Nah dari situ banyak kawan-kawan yang berbicara sebenarnya ini harusnya bisa didanai oleh pemerintah kalau seandainya kamu itu bisa masuk di politik, di pemerintahan,” sambungnya.
Tri awalnya mengaku tidak tertarik dengan politik. Namun, dengan segala keresahan yang ada di dunia kesenian Tanah Air, ia lantas mulai tergerak untuk terjun ke dunia politik demi menjalankan misinya dalam pelestarian kesenian Indonesia.
“Awalnya saya tidak mau sama sekali. Akhirnya saya terus memutuskan saya akan terjun di politik praktis tapi dalam rangka tetap untuk menggiatkan kesenian,” paparnya.
Ketertarikan Tri ke dunia politik bersama Partai Perindo juga berangkat dari fenomena para penggiat seni di Indonesia yang masih kerap bergantung dengan dana alokasi yang disiapkan Pemerintah daerah. Padahal, selama ini, menurutnya masih banyak penggiat seni yang tidak bergantung dengan dana tersebut dan rela mengeluarkan anggaran sendiri demi bisa melestarikan kesenian Tanah Air.
Lantaran alasan tersebut, Tri pun bertekad untuk maju ke ranah politik agar bisa melestarikan kesenian di Indonesia. Ia pun berharap agar para pegiat seni tidak terhambat dengan anggaran.
“Sebenarnya dari masyarakat masih cukup antusias. Cuma karena di Jogja itu udah terlanjur ada yang namanya dana istimewa, mereka semacam kayak ketergantungan dengan yang namanya dana istimewa,” ungkapnya.
“Jadi akhirnya kalau tanpa gelondoran dari dana istimewa itu mereka seolah-olah kayak tidak mau pentas. Tapi di salah satu sisi banyak grup-grup kecil yang orang-orang tua itu mereka tetap pentas dengan biaya sendiri. Nah itu yang membuat saya sebenarnya miris dan kenapa saya bertujuan untuk terjun di dunia politik, saya akan membuat kesenian itu menjadi hal yang murah dan gampang,” tutupnya.
(van)