JAKARTA - Soleh Solihun ikut mengungkap keresahannya dengan meminta Presiden Jokowi membatalkan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Pesan ini disampaikannnya melalui unggahan Instagram pribadinya.
Soleh Solihun menyampaikan pesan bukan berdasarkan asumsi pribadinya saja melainkan dia menyebut bahwa sudah banyak pakar yang merasa program Tapera tak perlu dijalankan.
“Halo Pak Presiden dan para pejabat yang bikin PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera, tolong dong dipikirin lagi, dibatalin lah itu PP-nya. Kan udah banyak tuh ahli yang ngomong soal mengapa Tapera tidak sebaiknya dijalankan," ujar Soleh Solihun dikutip dari unggahan Instagram @solehsolihun, Rabu (5/4/2024).
Komika 44 tahun itu juga mengungkap pengalamannya yang pernah merasakan bertahan hidup dengan penghasilan yang terbilang pas-pasan. Rasanya begitu berat saat menghadapi situasi tersebut, terlebih jika penghasilan itu masih harus dipotong iuran Tapera. Belum lagi jika perusahaan tempat bekerja juga dibebankan iuran untuk Tapera. Tentu menimbulkan efek domino yang lagi-lagi bisa merugikan rakyat.
“Kalau saya cuma mau ngomong, saya 7,5 tahun pernah merasakan penghasilan se-UMR, atau sedikit di atas UMR, itu beda 100 (Rp100 ribu), 200 (Rp200 ribu), atau Rp50 ribu per bulan, kerasa. Ini tiba-tiba ditambah lagi, ada tabungan tapi wajib, tapi nabung, tapi wajib. Udah gitu kantor harus bayar 0,5%, wah, kalau kantornya tiba-tiba bilang kebanyakan pengeluaran harus di-PHK karyawannya, ah! Pusing, Pak,” ujar Soleh.
Soleh sendiri tetap berusaha berpikiran positif dengan mengambil sudut pandang Tapera sebagai wujud dari semangat gotong royong serta ingin membantu rakyat mendapatkan rumah di tengah kondisi penghasilan yang pas-pasan.
Namun di sisi lain, kebijakan iuran Tapera bisa saja tak membantu tapi malah berpotensi merugikan rakyat. Mencoba menyampaikan pesan tanpa emosi, Soleh bahkan memberikan heart sign dengan jarinya usai memohon dengan santun agar Presiden Jokowi memikirkan ulang soal kebijakan tersebut.
“Tolonglah, Pak, saya tahu niat Bapak ini baik, untuk memberi perumahan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Gotong royong, ya baik, Pak, itu niatnya mulia, tapi gotong-royong mah biasanya panggung agustusan, bersihin selokan, itu gotong-royong. Tolonglah, Pak, kalau niat mulia ini cara-caranya lebih banyak merugikan orang, kayaknya harus dipikirkan lagi deh. Ya, Pak, ya? Please…” tandasnya.
(aln)