SOLO – Ganjar Pranowo, calon presiden (capres) nomor urut 3 hadir di Hajatan Rakyat di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah, pada 10 Februari 2024. Dia hadir ditemani istri dan anaknya, Siti Atikoh Supriyanti dan Muhammad Zinedine Alam Ganjar.
Datang menaiki gerobak kerbau, Ganjar dan keluarganya disambut meriah dengan pertunjukkan wayang orang yang bercerita tentang Durga Mendhak, Sang Kala Sirna alias tunduknya kejahatan, musnahnya angkara murka.
Mahfud MD selaku calon wakil presiden nomor 3 juga terlihat terkesima dengan pertunjukkan wayang orang tersebut. Dia bahkan terlihat menggoyangkan badan, karena menikmati lantunan musik gamelan dari pertunjukkan wayang orang.
Sekadar informasi, wayang orang merupakan bagian dari sejarah Kota Surakarta. Mengutip laman Pemerintah Kota Surakarta, pertunjukan tersebut begitu lekat dengan budaya setempat dan masih bertahan hingga kini.
Menurut sejarah, pementasan wayang orang pertama kali berasal dari dalam Istana Mangkunegaran. Lahirnya kesenian wayang orang dari Mangkunegaran ini berhubungan dengan masa Renaissance Kesusastraan Jawa pada abad ke 18-19.
Wayang orang dari Istana Mangkunegaran pertama kali muncul pada masa pemerintahan Mangkunegara I, yang mana wayang orang ini juga diciptakan oleh Mangkunegara I.
Pada mulanya, pertunjukkan wayang orang hanya disajikan pada acara atau upacara khusus di lingkungan istana saja. Kemudian bergeser menjadi kesenian yang ditujukan untuk hiburan masyarakat.
Lebih lanjut, kebudayaan wayang orang Mangkunegaran masih tetap lestari hingga saat ini. Pura Mangkunegaran sendiri memiliki visi dan misi untuk terus menggali, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan dari wayang orang.
Bahkan untuk mendukung hal ini, Pura Mangkunegaran mendirikan sebuah pasinaon yang bernama Pasinaon Dalang Mangkunegaran yang ditujukan untuk mengembangkan seni pertunjukan wayang dan membina dalang-dalang di Kota Solo agar bisa menjadi dalang yang berkualitas.
Di sisi lain, acara juga dilanjutkan dengan penyerahan wayang oleh Puan Maharani kepada Ganjar Pranowo sebagai bentuk simbolis, dan Yenny Wahid yang memberikan wayang kepada Mahfud MD.*
(SIS)