JAKARTA – Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon hadir dalam peluncuran single kolaboratif musik kolintang dan balafon yang menampilkan dua lagu berjudul “Oh Minahasa” dan “Haiti” di Artotel Senayan, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).
Kedua lagu tersebut merupakan hasil kolaborasi Persatuan Insan Kolintang Nasional Indonesia (PINKAN) bersama musisi Tanah Air, Ita Purnamasari, dalam lagu “Oh Minahasa”, serta Neo Akbar, pemain balafon, dalam lagu “Haiti”.
Dalam sambutannya, Menbud Fadli Zon menyebut kedua lagu ini bukan sekadar persembahan musikal, melainkan sebuah inisiatif luar biasa yang menjembatani tradisi, identitas, dan kolaborasi lintas budaya.
“Ini adalah bentuk kolaborasi lintas budaya yang sangat penting, terlebih lagi menggunakan instrumen musik tradisional yang baru-baru ini, tepatnya sekitar tujuh bulan lalu, telah diinskripsi sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage) oleh UNESCO pada 3–5 Desember 2024," katanya.
Menbud mengatakan bahwa kolintang dan balafon bukan hanya berpadu dalam harmoni musik, tetapi juga dalam sejarah dan pengakuan dunia.
"Kolintang dari Asia Tenggara (Indonesia) dan balafon dari Afrika Barat (Pantai Gading, Burkina Faso) kini bersatu, tidak hanya dalam nada, tetapi juga dalam catatan sejarah dan pengakuan internasional. Ini adalah bukti bahwa musik mampu menjadi bahasa universal yang mempererat persahabatan antarbangsa," ucapnya.
Kementerian Kebudayaan, lanjut Menbud Fadli, menyampaikan apresiasi kepada PINKAN Indonesia, atas komitmen dan kontribusinya yang konsisten dalam upaya pelestarian, promosi, dan diplomasi kebudayaan melalui berbagai inisiatif terkait kolintang.
“Peran aktif PINKAN Indonesia telah menjadi bagian penting dalam memperkuat ekosistem warisan budaya, serta memperluas jangkauan kolintang sebagai simbol identitas budaya Indonesia di tingkat nasional maupun internasional. Saya meyakini, salah satu cara terbaik untuk melestarikan budaya adalah dengan terus berkarya, berinovasi, dan merayakannya agar kesinambungan antara generasi tua dan generasi muda tetap terjaga,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, dirinya juga menyampaikan apresiasi kepada Ita Purnamasari, Dwiki Dharmawan, para maestro kolintang, dan Neo Akbar sebagai pemain balafon, atas kontribusi mereka dalam menghadirkan kolaborasi musik lintas budaya yang inspiratif.
Menurutnya, keterlibatan mereka sangat penting dalam memperkuat jati diri budaya Indonesia dan menjaga kelestarian budaya bangsa di panggung dunia.
Menbud Fadli Zon menjelaskan bahwa kolintang sebagai alat musik tradisional dari Minahasa, Sulawesi Utara, kini telah resmi diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dunia.
Pengakuan tersebut diberikan melalui mekanisme ekstensi bersama balafon dari Pantai Gading, Mali, dan Burkina Faso dalam Sidang ke-19 Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Paraguay pada 5 Desember 2024.
"Kolintang kini menjadi alat diplomasi budaya yang strategis. Melalui kekuatan soft power ini, kolintang menjadi medium penting untuk memperkuat hubungan antarnegara dan memperluas pengaruh positif Indonesia di tingkat global," ujar Menbud Fadli.
Lebih lanjut, dia mengingatkan bahwa sebagai bangsa yang memiliki kekayaan budaya luar biasa, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk terus menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan warisan budaya.
Ketua Umum PINKAN Indonesia, Penny Iriana Marsetio, mengatakan bahwa peluncuran lagu ini merupakan bentuk komitmen dan janji kepada Menteri Kebudayaan pasca pengakuan UNESCO terhadap kolintang sebagai warisan budaya.
"Kami akan terus berupaya melestarikan kolintang," ujarnya.
Dia berharap agar keberadaan kolintang dan balafon dapat terus lestari di Indonesia maupun dunia.
Dalam sesi tanya jawab, Neo Akbar selaku pemain sekaligus perajin balafon, membagikan kisah menarik tentang perjalanan dan kedekatan instrumen balafon dengan kolintang asal Indonesia.
"Balafon ini asli dan tradisional, suara khasnya berasal dari resonator yang menjadi penampung suara. Kalau dibayangkan, bentuknya seperti kolintang, hanya berbeda pada bahan materialnya," tuturnya.
Neo menuturkan bahwa awalnya ia menciptakan lagu dengan konsep global yang kemudian dikembangkan menjadi lagu berbasis musik balafon.
"Dalam perkembangannya, balafon juga beradaptasi dengan sistem nada seperti diatonik dan kromatik sehingga semakin mudah dipadukan dengan alat musik lain, termasuk kolintang," katanya.
Lebih lanjut, Neo menyampaikan bahwa kedekatan balafon dan kolintang tidak hanya sebatas bentuk dan teknik permainan. Menurutnya, kedua alat musik ini seperti 'sepupu' dalam satu keluarga musikal.
"Dulu memang ada transfer ilmu dari para musisi. Balafon dan kolintang ini seperti keluarga. Pemain balafon bisa memainkan kolintang, dan sebaliknya, pemain kolintang juga bisa memainkan balafon," ujarnya.
Sementara itu, Dwiki Dharmawan selaku komposer dan produser musik dari lagu ini menuturkan pengalamannya dan kedekatannya dengan musik kolintang. Ia menceritakan bahwa kecintaannya terhadap kolintang bermula sejak kecil, ketika tinggal di Bandung yang berdekatan dengan Konservatori Karawitan (KOKAR), yang kini dikenal sebagai ISBI Bandung.
"Saya sering bermain di lingkungan KOKAR dan mulai mengenal berbagai alat musik tradisional, termasuk kolintang. Dari kecil saya sudah ikut menabuh gamelan Sunda, gamelan Jawa, hingga kolintang dan angklung," ucapnya.
Dwiki juga menyampaikan bahwa perkenalannya yang lebih serius dengan kolintang terjadi ketika Penny memperkenalkannya kepada para penggiat kolintang.
"Sejak saat itu saya semakin mendalami kolintang, dan saya berkomitmen untuk terus memperkenalkan alat musik ini ke kancah dunia," katanya.
Dia menegaskan pentingnya memperjuangkan pengakuan kolintang di kancah global. "Indonesia adalah bangsa yang besar dengan keberagaman budaya yang luar biasa. Kita harus memastikan budaya kita mendapatkan pengakuan global," tuturnya.
Peluncuran lagu ditandai dengan pemutaran dua video musik dari lagu "Oh Minahasa" dan "Haiti". Acara semakin meriah dengan penampilan secara langsung para musisi dari lagu tersebut.
Menbud Fadli dalam kesempatan ini juga turut mempersembahkan lagu “O Ina Ni Keke” yang diiringi kolintang dan balafon.
Turut hadir jajaran Kementerian Kebudayaan, di antaranya Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kebijakan Kebudayaan, Masyithoh Annisa Ramadhani Alkitri; Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya dan Hubungan Internasional, Anissa Rengganis; dan Direktur Sarana dan Prasarana, Feri Arlius.
Di akhir sambutannya, Menbud Fadli menyampaikan bahwa Kementerian Kebudayaan memiliki Dana Indonesiana yang bisa diakses oleh komunitas-komunitas budaya di seluruh Indonesia.
“Kami berharap semakin banyak pelaku budaya yang memanfaatkan skema ini. Saya juga berkomitmen untuk menjadikan dana ini seinklusif mungkin agar manfaatnya dirasakan oleh lebih banyak komunitas dan pelaku budaya di lapangan,” tuturnya.
Menbud Fadli mengajak seluruh hadirin untuk terus berkarya, berkreasi, dan merayakan budaya kita agar warisan ini tidak hanya lestari, tetapi juga terus relevan dan hidup di tengah masyarakat, dari generasi ke generasi.
(Wul)