JAKARTA - Film The Santri kini tengah ramai dibicarakan lantaran menuai kontroversi khususnya di organisasi keagamaan. Film karya Sutradara Livi Zheng ini dinilai tak mencerminkan akhlak seorang santri dan tradisi yang ada di pesentren.
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis memberikan tanggapannya mengenai hal ini.
Ulama asal Sampang, Madura ini tak ingin berkomentar banyak mengenai The Santri lantaran film ini baru bisa disaksikan bagian trailernya saja.
Baca Juga: The Santri Tuai Kontroversi, Livi Zheng Enggan Berkomentar
"Pertama saya enggak berani komentar karena saya belum menonton. Trailer itu kan pancingan, jadi hal yang membuat penasaran seperti apa isinya, baru saya bisa komentar kalau filmnya sudah saya tonton," ujar KH Cholil Nafis saat dihubungi Okezone melalui sambungan telepon, Kamis (19/9/2019).
Terlepas dari itu, KH Cholil Nafis menjelaskan beberapa peraturan yang ada di pesantren. Menurutnya, tipe pesantren saat ini cukup beragam, termasuk mengenai pertemuan antara santri laki-laki dan perempuan.
"Tipologi pesantren itu beda-beda. Ada pesantren yang ketat dan sama sekali tidak melihat perempuan. Ada pesantren relatif modern itu biasanya sekolah terpisah tapi kan kadang-kadang kegiatan bisa bersama, tapi tetap dijaga bercampurnya lelaki dan perempuan. Ada pesantren yang juga sekolahnya bareng laki-laki dan perempuan," jelas ulama 44 tahun tersebut.
Meskipun masih ada kemungkinan antara santri laki-laki dan perempuan bertemu, namun pesantren tetap melarang keras para santrinya berpacaran.
Hukuman pun akan diberlakukan kepada santri yang tepergok menjalin kasih dengan santri lainnya.
Baca Juga: The Santri Tuai Kritik Pedas, Ustadz Yusuf Mansur Beri Komentar Bijak
"Pesantren tetap melarang santrinya untuk berpacaran. Makanya kan di trailer itu ketika mereka berdua, ditindak atau tidak. Dan kalau pacaran tetaplah namanya di pesantren tetap dilarang.Ya kalau ada santri nakal terus pacaran ditindaknya turun kelas kalau ketahuan. Suratan aja, laki-laki suratin perempuan, perempuan balas surat, kalau ketahuan disidang dan ada bukti, ya turun kelas," lanjut KH Cholil Nafis.
Adegan lainnya yang disoroti masyarakat yakni ketika dua santriwati masuk ke dalam gereja untuk mengantarkan tumpeng.
Menurut KH Cholil Nafis, sebenarnya para santri di pesantren tidak diberikan akses untuk berinteraksi dengan umat non-muslim.
"Sebenarnya kalau di pesantren gitu tidak diberi akses untuk interaksi dengan lain agama, kalau pesantren yang saya alami. Jadi enggak usah dilarang, santri itu enggak keluar pondok," jelas ulama yang juga merupakan seorang dosen tersebut.
Meskipun demikian, KH Cholil Nafis tampaknya enggan untuk menilai adegan di film tersebut. Mengingat belum dijelaskan secara rinci maksud dari dua santriwati itu mengantarkan tumpeng kepada seorang Pendeta.
Baca Juga: 3 Kehaluan Lucinta Luna, Minum Susu Hamil hingga Tes USG
"Kalau konteksnya seperti apa, kan kita enggak tahu kasih tumpeng itu karena apa itukan dilihat dari kontur masalahnya. Kita tidak bisa menilai itu seperti apa bisa jadi memberi tumpeng karena ada apa," tutup KH Cholil Nafis.
Seperti diberitakan sebelumnya, The Santri mendapat kritikan dari Ketua Front Santri Indonesia (FSI), Hanif Alathas. Menurut Hanif, film ini bertentangan dengan kehidupan serta akhlak seorang santri.
Teguran keras juga dilontarkan oleh ustad Maaher Athtuwailibi terhadap film yang dibintangi oleh Wirda Mansur, putri dari Yusuf Mansur ini. Melalui unggahan di sosial medianya, ustad asal Medan ini menguatarakan pendapatnya terhadap The Santri.
"Apa namanya kalau bukan goblok? Sebuah film mengandung adegan saling tatap lelaki dan perempuan bukan mahrom. Lalu mereka berduaan di dalam hutan, masuk gereja bawa tumpeng kasih pendeta dan lain-lain,” ujar ustad Maaher di Facebook dan kemudian dibagikan melalui Instagram.
(edh)