Evolusi Musik Indonesia: Nostalgia 8 Dekade dalam Simfoni

Raisya Hanna Andriani, Jurnalis
Selasa 05 Agustus 2025 13:30 WIB
Isyana Sarasvati tampil di Jakarta Concert Orchestra (Foto: Hanna/Istimewa)
Share :

Isyana Sarasvati tampil dengan lagu Tuhan, didukung paduan suara BMS. Suasana jadi hening dan khidmat, memperlihatkan bagaimana musik bisa jadi pelipur lara saat situasi tak pasti.

Tahun 1975–1985 memberi warna yang lebih personal dan emosional. Lagu Galih dan Ratna serta Badai Pasti Berlalu dibawakan penuh perasaan.  Sebagai penyeimbang, TRCC tampil manis lewat Medley Titiek Puspa yang ringan dan menghibur.

Masuk dekade 1985–1995, era pop dan rock mulai mendominasi. Lagu Tua-Tua Keladi hingga Selamat Datang Cinta membangkitkan kenangan masa remaja.  Banyak penonton ikut bernyanyi, membuat suasana semakin hidup.

Tahun 1995–2005 jadi penanda lahirnya musik dari ruang-ruang indie. Lagu Ada Apa dengan Cinta menutup bagian ini, membawa penonton bernostalgia ke era film remaja yang ikonik dan lirik yang penuh rasa.

Di rentang 2005–2015, musik mulai merangkul era digital. Dari Kasih Putih hingga Laskar Pelangi, tiap lagu punya makna kuat dalam perjalanan masyarakat yang mulai berubah secara sosial dan budaya.

Menjelang akhir konser, periode 2015–2025 memperlihatkan warna musik yang lebih beragam dan ekspresif. Lagu Rungkad, Lathi, sampai karya orisinal Selalu Ada di Nadimu menunjukkan bahwa musik kini adalah tempat bebas untuk berekspresi. 
Isyana kembali tampil lewat lagu Lexicon, menjadikan puncak emosional yang megah dan dramatis.

Sebagai penutup manis, Isyana dan Farman Purnama berduet dalam lagu Berharap Tak Berpisah. Seluruh penonton ikut bernyanyi, menciptakan momen yang hangat dan menyatukan semua generasi dalam satu ruangan.

Lebih dari Sekadar Pertunjukan

Menurut Karen Laurencia dari Batavia Madrigal Singers, proses seleksi lagu telah berlangsung sejak awal tahun, melalui banyak diskusi demi memastikan tiap dekade terwakili secara tepat. 

“Banyak lagu hebat yang harus kami seleksi. Kami mencari yang bukan hanya populer, tapi juga representatif secara emosi dan konteks,” jelasnya.

Kebebasan dalam interpretasi aransemen diberikan kepada para musisi, agar setiap lagu bisa disampaikan dengan nuansa segar tanpa menghilangkan ruh aslinya. Pendekatan ini terbukti membuat pertunjukan tak hanya menghibur, tapi juga menyentuh.

Lebih dari sekadar konser, Simfoni untuk Bangsa merupakan bukti bahwa musik Indonesia tidak pernah berhenti hidup. Ia tumbuh bersama rakyat, melintasi batas waktu dan genre. 

Dengan keberhasilan tahun ini, pertunjukan ini tidak hanya merayakan musik, tetapi juga merawatnya agar tetap relevan untuk generasi yang akan datang.
 

(kha)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Celebrity lainnya