CANBERRA - Novel Menolak Ayah karya Ashadi Siregar dibedah dalam Malam Sastra yang digelar di Canberra, Australia, pada 2 November 2024. Ashadi selaku penulis novel itu hadir secara daring.
Pakar sastra Jawa George Quinn dan Jennifer Lindsay yang merupakan penerjemah novel Menolak Ayah dalam bahasa Inggris tampil sebagai bintang tamu dalam diskusi tersebut.
Sementara Amrih Widodo, Presiden Balai Bahasa Indonesia ACT memandu jalannya acara Malam Sastra yang dihadiri komunitas pencinta sastra Indonesia di Canberra, termasuk dosen, mahasiswa, dan penggiat sastra.
Para peserta disuguhi hidangan khas Batak sebelum memulai diskusi. Beberapa peserta bahkan mengenakan ulos untuk menghidupkan budaya Batak dalam novel tersebut.
“Kami memulai acara ini dengan bersantap bersama sehingga tercipta suasana hangat. Ini juga kesempatan bagi peserta untuk mengenal budaya Batak melalui kuliner,” ungkap Amrih Widodo.
Dalam ulasannya, George Quinn mengatakan, novel Menolak Ayah tak sekadar membahas hubungan ayah dan anak. Lebih dari itu, novel tersebut membahas konsep kebangsaan di awal terbentuknya Indonesia.
Quinn menambahkan, novel Menolak Ayah merupakan salah satu karya sastra modern yang berupaya menjaga kemurnian bahasa Indonesia dari pengaruh bahasa lain, khususnya bahasa Jawa.
Novel itu kemudian menjadi ajang negosiasi politik bahasa di mana percampuran budaya dan bahasa dipengaruhi kekuasaan. Sementara dari kacamata Ashadi Siregar, novel tersebut menggambarkan dua dunia.
Pertama, dunia mikro yang membahas tentang perjalanan hidup anak Batak bernama Tondinihuta yang telah ditinggalkan ayahnya sejak kecil. Kedua, makro yang membahas situasi politik Indonesia di era ‘50 hingga ‘60-an.
Ashadi Siregar menegaskan, tema utama dalam novelnya adalah perlawanan terhadap penindasan. Dalam Menolak Ayah, perlawanan tersebut disuarakannya lewat hegemoni bahasa Indonesia yang terkontaminasi bahasa Jawa.