Selain dua judul diatas, beberapa novel Wiro Sableng lain rata-rata juga terjual diatas 800 ribu eksemplar. Diantaranya seperti Badai Di Parang Tritis, Topeng Buat Wiro Sableng, Wasiat Iblis, Geger Di Pangandaran, Kiamat Di Pangandaran, Gerhana Di Gajah Mungkur, Kembali Ke Tanah Jawa, Senandung Kematian, Kematian Kedua dan episode terakhir Jabang Bayi Dalam Guci.
Kesuksesan serial Wiro Sableng bukan tanpa perjuangan. Bastian Tito selaku penulis hampir tidak pernah absen mendatangi lokasi yang dia jadikan latar belakang cerita. Tak sekadar berkunjung, Bastian bahkan ikut tinggal sementara dan merasakan suasana hidup disana selama dua minggu.
Ayah Vino G. Bastian itu juga selalu membawa alat perekam selama proses pembuatan novel. Selain untuk mengabadikan apa yang disaksikan, Bastian juga merekam gaya bahasa penduduk sekitar demi menghidupkan suasana cerita dalam novel.
Menurut cerita karangan Bastian Tito, Wiro Sableng terlahir dengan nama Wira Saksana. Sejak kecil, pemilik tato 212 sudah digembleng dengan teknik silat oleh gurunya, Sinto Gendeng.
Selain dikenal karena tato 212, Wiro Sableng juga digandrungi berkat deretan kesaktiannya dalam cerita. Salah satunya seperti Pukulan Kunyuk Melempar Buah yang dipelajari Wiro dari Sinto. (aln)
(kem)