JAKARTA - Dalam memperingati Hari Film Nasional, mari kita sejenak melihat ke belakang, masa di mana perfilman Indonesia tumbuh hingga saat ini. Tahun 2016 menjadi salah satu tahun termanis bagi para pelaku industri film karena beberapa film mampu menembus angka penonton di atas satu juta penonton. Animo masyarakat untuk menonton film mulai kembali terasa. Jenis film yang ditawarkan pun sudah semakin beragam.
Perfilman Indonesia sempat menjadi raja di rumahnya sendiri pada era 80-an. Tema drama dan komedi nyatanya mampu memikat masyarakat untuk datang berbondong-bondong ke bioskop. Sebut saja film seperti Catatan Si Boy, Warkop DKI, atau bahkan film kontroversi seperti G-30 S/PKI.
Mencicipi manisnya kesuksesan, perfilman Tanah Air pun tak luput dari masa suram. Era 90-an menjadi salah satu lembaran hitam perfilman Indonesia. Film bertemakan seks untuk dewasa seketika menjamur. Hal ini pun berbuntut pada mulai mengendurnya keinginan masyarakat untuk mendatangi bioskop.
Di saat perfilman berkutat dengan tema seperti itu, film Hollywood dan Asia masuk dengan menawarkan sesuatu yang lebih baik. Film-film aksi laga ala Asia justru menjadi sebuah tayangan segar bagi masyarakat saat itu. Alhasil, layar bioskop untuk film Indonesia pun semakin berkurang.
Untungnya, Riri Riza dan Mira Lesmana mampu membangkitkan kembali perfilman nasional melalui film Petualangan Sherina. Ya, Sherina Munaf kecil nan lucu mampu kembali menghidupkan semangat masyarakat untuk menonton film Indonesia. Setelah itu muncul banyak film dengan tema yang mulai beragam.
Drama percintaan dan horror sempat menjadi tema paling diminati saat itu kala Ada Apa dengan Cinta? atau Eiffel I'm in Love bersinar. Jelangkung (Di Sini Ada Setan) bisa dikatakan sebagai salah satu film horror terbaik pada era tersebut.
Memasuki era millenial, begitu mereka menyebutnya, film Indonesia akhirnya mampu mencetak sejarah. Laskar Pelangi, yang diangkat dari novel berjudul sama, menjadi film terlaris saat dirilis di tahun 2008. Antrian penonton di setiap bioskop di Tanah Air menjadi pemandangan indah nan langka bagi para pelaku film.
Semangat untuk menciptakan karya pun kembali hidup. Sayangnya, banyak sutradara dan produser yang menjadi "latah" pada masa ini. Kesuksesan sebuah film hanya membuat mereka ingin meniru film dengan tema yang sama, bukannya berlomba menciptakan karya dengan tema yang berbeda. Alhasil perfilman Indonesia pun kembali mandek. Varian tema yang ditawarkan menipis.
Delapan tahun menjadi waktu yang dibutuhkan oleh sebuah film untuk menggeser Laskar Pelangi di posisi film Indonesia terlaris sepanjang masa. Warkop DKI Reborn: Jangkrik Bos yang dibintangi oleh Abimana Aryasatya, Tora Sudiro, dan Vino G. Bastian meledak di angka penjualan.
Tak hanya itu saja, beberapa film lain pun sukses berlomba-lomba masuk box office dengan tema yang cukup beragam pula. Perfilman Tanah Air kembali menggeliat, mencari formula-formula baru untuk menggaet penonton. Meskipun persaingan di bioskop kini semakin sengit dengan kehadiran film-film luar yang tak ada habisnya.
Semoga perfilman Indonesia akan semakin tumbuh dan berkembang di masa yang akan datang. Ide-ide liar dan semangat para penggiat film terus muncul. Aktor-aktor dan sutradara-sutradara hebat datang dan beregenerasi.
Selamat Hari Film Nasional!
(ade)